Kamis, 21 Januari 2010

Jika Allah telah Berkehendak


          Namanya Muhammad Afin. Orangnya biasa aja, tidak tampan dan tidak pula jelek. Biasanya kalau pakai celana selalu cingkrang, sunnah Rasul gitu katanya. Kalau berjalan, bicara dan tersenyumpun suka nunduk.
Menurut ke tiga sahabatku dia anaknya biasa aja, sebab aku tahu benar yang bagaimana kriteria cowok idaman mereka: yang berbadan kekarlah, yang bawaaannya motor mega pro, mobil, kalau belanja ke mall bawaanya kartu kredit jadi tinggal digesek. Seperti cowok-cowok di depan kos mereka itu, aku juga suka sama cowok seperti itu. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri, kalau aku lebih suka sama cowok yang seperti Afin itu., lembut, pekerja keras, dan bersahaja.
Di taman yang asri dengan pepohonannya yang rindang, biasa menjadi tempat tongkrongan kami. Disela pembicaraan kami, tiba-tiba salah satu sahabatku nyeletuk.
“Hi girls, cowok mana yang lagi digebet ni?” Tanya Ira pada kita.
“Kalau aku lagi gebet Roni, cowok tajir asal Medan itu lho” jawab Ayin
“Kalau aku lagi gebet si Bagus, lelaki berbadan kekar idola para wanita..” Jawab Lia
“Kalau kamu ra?” serentak kita bertanya padanya
“Kalau gue, lagi gebet si Toni, secara gitu lho mobil merah yang sering diparkir di depan kelas membuat gue jatuh hati” jawab Ira sambil senyum-senyum sendiri.
“nah, kalau loe Ai cowok mana yang lagi loe gebet?..” Pertanyaan Ira tertuju padaku.
Ku jawab kalau aku suka sama Afin, mendengar itu mereka tertawa.
“Gak salah, Ai? Nggak banget gitu lho!” olok Lia
“Entar loe disuruh pakai jilbab besar, pakai jubah kalau mau kemana-mana tiap hari…?” ejek Ayin.
“Nyadar girl! Siapa yang mau sama cewek penuh dosa..” imbuh Ira.
Saat itu aku hanya nyengir, ku menyakinkan diri saja. Bahwa tidak ada yang tak mungkin di dunia ini. Sapa tau aja Tuhan merubah nasibku dengan mempertemukanku dengan Afin.
Satu nama yang tak pernah hilang dari benakku, Muhammad Afin. Ya.. nama itu yang telah terpatri dalam hatiku. Membuatku seolah dibutakan oleh akhlaknya, sehingga tak bisa ku memandang lelaki tampan selain dirinya.

Entah mengapa jika memandangnya hatiku menjadi teduh, apalagi jika dia tersenyum, kadang juga memberiku semangat untuk berubah menjadi lebih baik. Walaupun aku nakal begini, tapi kadang aku ingat kalau suatu hari nanti aku bakal mati, dan aku percaya kemudian aku hidup kembali diakhirat nanti. Setidaknya aku harus punya bekal untuk kesana. Aku kadang iri melihat teman-temanku yang ibadahnya pool, jilbaber-jilbaber yang setiap waktu sholat selalu pergi jama’ah ke masjid. Aku juga punya keinginan menjadi orang sholeh seperti mereka, seperti Afin juga. Walaupun sampai sekarang aku belum mencobanya.Aku gak tau kapan akan memulainya.
Afin ia mahasiswa arsitek UB, semester delapan. Sama kayak aku, tapi bedanya aku mahasiswa Tekhnik pertanian, kita sama-sama lagi nyusun skripsi juga. Ku mengenal Afin disalah satu acara yang diselenggarakan oleh salah satu OMEK di kampusku. Sejak saat itu aku mulai tertarik padanya, ada aura-aura baik yang terpancar dari dirinya yang membuatku terlena. Kadang terbesit dalam hatiku niat kalau aku menikah, aku ingin suami yang seperti Afin, karena aku yakin aku pasti akan bahagia lahir batin jika hidup dengannya. Tidak seperti temanku yang menikah dengan pacar tercintanya, tapi sering bertengkar, karena setelah menikah sikap pacarnya banyak berubah.
“What’s up, girl?.. Are you fine” Sapa Ira padaku
“I’m fine, thanks you” tersenyumku membalas sapanya.
“But, lo kelihatannya lagi memikirkan sesuatu, iya kan?”
“Iya nih, aku lagi bingung, ortu mau jodohin aku sama anak temannya, mana aku belum tau anaknya.”
“Ya lo liat dulu aja anaknya, sapa tau cakep, kekar tinggi, apalagi kalau dia tajir, pasti keren banget.”
“Yee.. itu sich kamu yang mau, bukan aku banget deh” timpalku sambil melempar polpen yang kupegang pada Ira.
“Entar kalau lo gak mau, buat gue aja Ai” Ira meringis lagi sambil nyengir.
Entah mengapa aku tidak setuju dengan perjodohan ini, aku belum Siap aja menerima cowok yang tidak ku dambakan. Bagiku Afinlah yang menjadi lelaki satu-satunya yang ku dambakan. Walau bagaimanpun ortu memaksaku untuk berkenalan dengan pilihan ortu. Ku tetap menolak. Selalu aja ada alasan untuk melarikan diri.
Kembali pada niatku untuk berubah menjadi lebih baik. Sebenarnya ketiga sahabatku meragukan niatku untuk berubah, tapi ku tetap berniat dan mau memulai perubahanku dari sekarang. Karena ku teringat oleh ceramahnya pak ustadz, kalau lelaki mukmin itu jodohnya wanita mukmin, lelaki pezina itu ketemunya dengan wanita pezina, lelaki baik-baik akan bertemu dengan wanita baik-baik dan seterusnya. Pokoknya sekufu, kata Ustadz. Hal itu tertera pada Al-Qur’an jadi kebenarannya adalah mutlak. Walau aku nakal begini, aku senang dengerin ceramah para ustadz-ustadz di TV.
Aku percaya pada kata-kata ustadz itu. Aku melihat sendiri temanku yang alim, dapat pasangan yang alim, ada juga temanku yang sering gonta-ganti pacar ketemunya ama orang yang suka gonta-ganti pacar juga. Karena itu aku jadi khawatir, tidak bisa mendapatkan lelaki sholeh seperti Afin. Tapi aku yakin, Allah Maha Adil, apapun yang ditakdirkannya itulah yang terbaik.
Malam hari ini hatiku gunda gelisah, perasaanku tak menentu, tak ubah-ubahnya ku dirundung keraguan yang sangat. Ku memutuskan untuk mengenakan jilbab mulai besok. Tentunya setelah ku berpikir panjang bagaimana nantinya. Ku tidak memperdulikan jika teman-temanku nanti banyak yang mengejek atau yang mencela. Toh dari ortuku sendiri udah setuju.
Bismillah.. ku kenakan jilbab untuk pertama kalinya di mahkotaku, dengan langkah yakin ku menuju ke kampus dengan penampilan baruku. Sepanjang perjalananku menuju kampus, semua mata tertuju padaku. Mereka heran dengan penampilanku saat ini. Setiba di kelas, suasana menjadi sunyi karena kehadiranku. Tak kalah terkejutnya reaksi ketiga sahabatku.
“ Wow… New style” komen Ayin
“ Ai… ini Aira kan?, gue gak salah liat kan?” tanya Ira,
“ Yoi girls, ini aku Aira Rida” jawabku mantap
“ Hai.. lo kesambet malaikat apa Ai semalam?” tak ketinggalan si Ayin ikut komentar. Ketiga sahabatku terheran-heran dengan penampilanku hari ini, mereka mengelilingi, meneliti penampilanku dari atas sampai bawah.
“ Sudah lah… jangan melihat aku seperti itu dong friends!!!... gak perlu heran dengan penampilanku sekarang.” Pintaku pada ketiga sahabatku.
Lama-kelamaan sahabatkku bisa menerima keadaanku, bahkan mereka mulai mendukung programku untuk merubah diri. Tidak menutup kemungkinan mereka mengikuti langkahku nantinya.
Perubahanku semakin didukung dengan kegiatan-kegiatan kerohanian yang ku ikuti sekarang. Awalnya ku berubah niatnya karena Afin, tapi seiring berjalannya waktu niatku pun berganti Lillahi ta’ala alias karena Allah semata. Banyak hal yang ku peroleh dalam perjalananku merubah diri, khususnya tentang agama yang selama ini ku tidak pernah tahu menjadi tahu. Perintah-perintah agama sekarang mulai rutin kujalankan.
Tanpa pernah ku harapkan kehadirannya selepas ku meluruskan niatku hanya untuk Allah. Tapi intensitasku bertemu dengannya semakin sering, ketika ku mulai dilibatkan dalam acara-acara kerohaniaan. Mungkin ini ujian dari Allah, seberapa seriusnya ku niatkan tuk berubah karena-Nya. Ku hanya bisa menahan gejolak api membara dalam hatiku, ku berusaha meredamkannya sekuat tenaga agar aku bisa istiqamah.
“Ai nanti sore jangan kemana-mana ya!” tiba-tiba mama bersuara
“ Emangnya mau ada apa ma?, Ai kok gak boleh kemana-mana.” Timpalku
“ Mama pernah bilang kan tentang perjodohanmu dengan anak temannya papa?, nah nanti sore mereka ke sini.” Jelas mama.
“Mamaku sayang kan Ai udah pernah bilang kalau Ai belum mau nikah”
“Entar kamu liat dulu deh anaknya” tegas Mama
Sejujurnya aku belum siap dengan perjodohan ini, aku masih ingin belajar menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh hingga selesai dan mendapat gelar sarjana. Tapi apa salahnya jika hari ini ku menuruti kata mama, agar ortu bisa gembira. Kalau nanti orangnya cocok denganku maka aku akan menerima perjodohan ini, tapi apabila menurutku dia tidak sesuai dengan yang kuharapkan, aku akan mempertimbangkan lagi perjodohan ini. Selain itu, aku juga berusaha melupakan sosok yang dulu pernah kuharapkan kehadirannya dalam hidupku Afin, oh mengapa nama itu sulit sekali ku tepis.
Entah mengapa hatiku berdetak kencang, ketika waktu untuk bertemu calon yang mama pilihkan untukku segera tiba.
“Ting…tong…ting…tong…” bel rumah berbunyi.
Dari kamar ku merasa getaran-getaran jiwa yang sangat, ketika ku mendengar bel berbunyi. Tak pernah ku merasakan seperti ini sebelumnya, Ya Allah jika ini terbaik untukku maka bukalah hatiku untuknnya, tapi jika sebalikknya maka tunjukkanlah padaku jalan yang terbaik untukku.
“Ai… tamunya sudah datang, cepat berhias yang cantik dan segera temui kami diruang namu ya nak.” Suara mama mengejutkan ku.
Bergegas ku merapikan diri, dengan bismillah ku langkahkan kaki ini menuju ruang tamu. Jiwa yang bergejolak, hati yang tak karuan menyelimuti diriku saat ini. Sesampai di ruang tamu.
“Nah ini anak saya Aira” Mama mengenalkan aku pada mereka
Ku tetap menundukkan pandanganku ke arah lantai, tak kuasa ku menapat ke arah mereka. Saat ku mulai berjabat tangan dengan orangtua si Calon. Ku dikejutkan dengan sosok lelaki yang sangat ku kenal.
Masya Allah, ternyata lelaki itu adalah lelaki yang selama ini kuharapkan kehadirannya dalam hidupku.
“Afin…” Sapaku tak percaya
“Subhanallah, Aira ternyata kamu yang mau dijodohin sama aku” Balasnya sambil tersenyum.
“Ternyata kalian sudah saling mengenal, tahu gitu dari dulu mama jodohkan.” Ucap mamaku sambil tersenyum bahagia.
Aku tak tahu apa yang harus ku ucapkan, aku tidak mengira kami dipertemukan dengan jalan ini. Hanya kalimat syukur yang terucap dari bibirku.
Perjodohan itu berlanjut hingga jenjang pernikahan. Kamipun menikah setelah masing-masing dari kami menyelesaikan studi. Inilah jawaban Allah atas usaha yang kulakukan selama ini, atas perubahan yang kuniatkan hanya untuk-Nya. Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah menuntun hingga ku memperoleh suami yang soleh. Sungguh Allah itu tidak pernah ingkar janji. Sarjana ku dapat, suami solehpun ku dapat. Emang kalau sudah jodoh takkan kemana, walau dia diujung dunia pasti akan bertemu nantinya. Semoga aku dan dia selalu bahagia dunia akhirat. Amiiiin.




2 komentar:

mbah jiwo mbah paling gaul mengatakan...

cerita yg indah, membuat bahagia penulis dan pembaca...smangat ngeblog!!!

ini salah satu cerpen mbah, mungkin bs ngasih masukan : http://mbahjiwogoblog.wordpress.com/2010/01/17/terima-kasih/

Ade Aiz Aumadah mengatakan...

hehehe... semoga saja membuat bahagia hidupku mbah. Ya nanti ku liatin cerpenx mbah.