Rabu, 24 Februari 2010

PAHALA DI MEDAN AMAL

 
            Ikhlas, satu kata yang sering terdengar di telinga kita. Pastinya tidak kita pungkiri lagi istilah ini menjadi teman akrab kita dalam setiap beramal. Pada hakikatnya ikhlas bukan berarti menghadap kepada Allah dalam suatu perbuatan, melainkan yang dimaksud dengan ”ikhlas” adalah mengarahkan seluruh amal perbuatan semata kepada Allah, bukan yang lain. Ikhlas adalah menghadapkan seluruh amal perbuatan batiniah kepada Allah semata, demikian pula dengan amal perbuatan lahiriah.
            Setiap muslim dalam melakukan suatu amal, pastinya dia memiliki niat. Niat ini tergantung dari muslim tersebut, apakah dia dalam beramal niatnya ikhlas karena Allah swt. Atau dia beramal niatnya hanya untuk memamerkan harta yang dia miliki?. Masing-masing orang memiliki hak untuk beramal, tapi alangkah baiknya jika amal tersebut ia lakukan karena Allah dan mengharap ridha Allah. Sebagaimana Rasulullah saw pernah bersabda: ”Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niat. Setiap orang mendapatkan apa yang diniatkan. Orang yang berhijrah menuju Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya menuju Allah dan RasulNya. Orang yang hijrahnya untuk meraih dunia atau mengawini wanita, maka hijrahnya menuju apa yang dia tuju.”
            Hadits di atas jelas sekali menerangkan bahwa segala sesuatu amal perbuatan itu tergantung niatnya, jika kita beramal niatnya karena Allah maka kita bisa dikategorikan beramal dengan ikhlas, akan tetapi jika kita beramal bukan karena Allah atau mungkin karena mengharapkan pujian dari orang-orang, maka bisa dikatakan riya’. Ibarat sepak bola, Arema VS Sriwijaya FC pastinya dari kedua tim sepak bola tersebut ada yang menang dan ada yang kalah. Begitu juga dengan Ikhlas VS Riya’, jika amalnya karena Allah maka ikhlaslah yang menang, tapi sebaliknya jika amalnya bukan karena Allah maka riya’ yang menang.
           
Riya’ adalah lawan dari ikhlas. Riya’ adalah melakukan sesuatu bukan karena Allah, tapi karena ingin dilihat orang, dipuji, atau ada pamrih dalam amalnya. Riya’ merupakan perbuatan dan sifat orang-orang munafik, karenya seorang muslim jangan sampai memiliki sifat yang satu ini. Riya’ merupakan bagian dari kemusyrikan, namun ia tergolong syirik kecil. Rasulullah saw sangat khawatir bila hal ini terjadi pada umatnya, karena sebanyak dan sebagus apapun amal seorang muslim, bila ternyata mengandung kemusyrikan meskipun sangat kecil, tidak ada nilai apa-apanya di hadapan Allah swt. Rasulullah saw bersabda:
{إِنَّ أَخْوَفَ مَا عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ. قَالُوْا: وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ الله؟ قَالَ: اَلرِّيَاءُ}
”Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil.Sahabat bertanya, Apakah syirik yang kecil itu ya Rasulullah? Rasulullah menjawab, Riya’.”
            Begitu khawatirnya Rasulullah saw. Terhadap kemungkinan umatnya memiliki sifat riya’. Kekhawatiran Rasulullah di atas sangat beralasan, karena sebanyak dan sebesar apapun amal kebaikan seseorang bila ternyata ada unsur riya’, sama sekali tidak ada nilai apa-apanya di hadapan Allah swt. Dalam firman Allah,
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir,” [al-Baqarah:264].
            Jelas sekali alasan tidak diperbolehkannya riya’ dalam setiap beramal, karena riya’ menjadikan umat Islam kalah dalam memperoleh kemenangan dalam keikhlasan. Tidak bisa dipungkiri, bersungguh-sungguh dalam ikhlas termasuk hal yang paling berat bagi hati. Oleh karena itu Rasulullah sering memohon kepada Allah dengan do’a ini:
”Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agamaMu”
                Kehendak dan keinginan hati sering sekali berubah dan berbolak balik. Awalnya ingin beramal dengan ikhlas bisa berubah menjadi riya’. Penyebab berbolak-baliknya hati kembali pada banyaknya pikiran yang merasuk ke hati. Kata Sahal bin Abdillah, ”Hati itu sangat lembut yang selalu terpengaruh oleh segala bisikan”. Saking banyaknya pikiran yang masuk ke hati Harits al-Muhasibi menghitung pikiran yang masuk ke hati ada tiga macam: Pertama, peringatan dari Allah. Al-Muhasibi berpendapat bahwa peringatan Allah terwujud dalam hati seorang muslim. Caranya, Allah menciptakan keinginan dalam hati hambaNya, dan keinginan itupun tumbuh dalam hatinya, atau Allah memerintahkan malaikat untuk melakukan itu.
            Kedua, bujuk rayu setan. Faktor kedua ini bisa dibilang lawan main kita yang susah dikalahkan. Pertahanannya sangatlah kuat, banyak sekali cara yang mereka miliki untuk menjerumuskan anak-cucu adam kelembah yang sangat berbahaya yang ujungnya menemani mereka di neraka. Setan mempunyai kemampuan mengacaukan hati dan merasuk ke dalamnya. Setan selalu menggoda manusia dengan kejahatan, membisikkan maksiat dan dosa pada seorang hamba dan mendorongnya untuk melakukan itu. Oleh karena itu, Allah telah memerintahkan Rasulullah untuk memohon perlindungan kepadaNya dari godaan setan:
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” [al-’a’raf: 200]. Allah menjadikan hati sebagai medan pertempuran dan peperangan, yang mana malaikat dan setan adalah sebagai tokoh dalam pertempuran dan peperangan dalam hati manusia. Jika bisikan malaikat mengajak pada kebaikan dan membenarkan janji-janji Allah, sebaliknya bisikan setan mendorong pada keburukan dan mendustakan ancaman. Tergantung sapa yang paling kuat bisikannya dialah sang pemenang dalam pertempuran merebut hati manusia. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita selalu berdo’a kepada Allah meminta perlindungan kepadaNya agar terhindar dari godaan setan, sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada RasulNya.
                Ketiga, faktor terakhir yang mempengaruhi hati dengan segala keinginan menurut pendapat al-Muhasibi adalah nafsu. Dalam firman Allah:

”Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” {Q.S. Yusuf: 53}.
            Media nafsu yang selalu menyuruh pada kejahatan adalah keinginan dan syahwat. Seorang muslim tidak akan selamat kecuali dengan memerangi dan melawan keinginannya.
            Setelah kita tahu, beberapa faktor yang menyebabkan berubah dan berbolak-baliknya hati. Sehingga seorang hamba harus selalu sadar dan selalu memohon kepada Allah agar ketiga faktor yang telah disebutkan di atas tadi tidak menghalangi kita dalam beramal secara ikhlas.
            Ikhlas dalam beramal memiliki kedudukan yang sangat penting. Ada beberapa nilai penting dari keikhlasan:
  1. Diterimanya Amal
Karena ikhlaslah amal seorang muslim diterima oleh Allah swt. Dan ini akan memberikan ketenangan jiwa yang sangat dalam, karena dia merasa tidak sia-sia dalam beramal. Bahkan dengan niat yang ikhlas seseorang sudah mendapat pahala dari Allah swt. Meskipun belum melaksanakan amal itu.
  1. Meringankan Amal yang Berat
Ikhlas akan membuat amal yang berat sekalipun menjadi terasa ringan dalam mengerjakannya. Sebaliknya, tanpa keikhlasan amal yang ringan pun akan terasa menjadi sangat berat untuk dilaksanakan. 
  1. Menumbuhkan Kekuatan Rohani
Keikhlasan akan membuat rohani seorang muslim menjadi kuat. Hal ini karena orang tersebut akan bersemangat dalam beramal tanpa mengharap pujian dari manusia, karena mereka beramal hanya mengharap ridha Alla swt.
  1. Menunjukkan Kesempurnaan Iman
Hakikat iman adalah mengakui Allah swt, sebagai Tuhan sehingga kita bersikap dan bertingkah laku karenaNya. Seseorang yang beramal dengan ikhlas, menunjukkan bahwa keimanan seseorang menjadi sempurna. Rasulullah saw bersabda, ”Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, memberi karena Allah, dan menikah karena Allah, sempurnalah imannya.” {H.R. Abu Dawud}
  1. Mencegah Konflik dalam Jama’ah
Terjadinya konflik dan berbagai pertentangan hingga terjadi permusuhan di antara kaum muslimin adalah karena di antara mereka ada yang tidak memiliki keikhlasan. Oleh karena itu, keikhlasan dalam jama’ah sangat diperlukan, agar terhindar dari berbagai konflik.

            Kiat-Kiat Mempertahankan Keikhlasan
            Karena begitu pentingnya keikhlasan bagi seorang muslim, setiap kita sangat dituntun untuk mempertahankan dan memantapkan keikhlasan. Diharapkan dengan pertahanan dan pemantapan keikhlasan itulah kita bisa melawan dan mengalahkan riya’. Ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan untuk melawan riya’ guna mempertahankan keikhlasan, a.l:
  1. Memiliki pengetahuan tentang ikhlas, baik yang terkait dengan dalil-dalil di dalam al-Qur’an dan hadits tentang keutamaan ikhlas dan bahaya riya’. Di antara pengetahuan yang harus dimiliki untuk menjadi orang ikhlas adalah bagaiman pandangan Allah swt terhadap suatu amal. Dengan pijakan padangan Allah itulah, seseorang akan beramal sehingga amalnya tidak didasari pada pandangan manusia.
  2. Meningkatkan pelaksanaan ubudiyah kepada Allah, baik yang wajib maupun yang sunnah, karena dengan beribadah dapat mendidik kita menjadi orang-orang yang ikhlas kepada Allah swt.
  3. Bergaul dengan orang-orang yang ikhlas, karena kebaikan orang-orang yang baik akan mempengaruhi kita untuk menjadi orang-orang yang baik. Sebaliknya, jika bergaul dengan orang yang tidak pernah ikhlas menjalankan amalnya, maka akan mempengaruhi kita untuk menjadi orang-orang yang riya’. Walaupun hanya Allah swt yang lebih tahu tentang keikhlasan seseorang, tapi kita pun bisa menilai apakah seseorang itu termasuk orang yang ikhlas atau tidak.
  4. Meneladani orang-orang yang ikhlas sebagaimana yang tercermin dalam sejarah tentang orang-orang yang telah menunjukkan keikhlasannya, baik dari kalangan nabi-nabi, sahabat, ulama, maupun generasi Islam yang saleh. Karena dengan meneladani kisah mereka, kita bisa lebih bersemangat lagi untuk beramal dengan ikhlas.
  5. Selalu memohon pertolongan dari Allah swt, agar terjaga kebersihan hati dari hal-hal yang bisa mengotorinya.

Pertanyaanya sekarang, Siapkah kita memenangkan pahala di medan amal???... jika jawabannya siap, maka kita harus berani melawan segala sesuatu yang berhubungan dengan riya’. Tentunya kita bisa melawan riya’ dengan ikhlas. Insya Allah dengan pertahanan yang kuat dan pemantapan keikhlasan, kita bisa mengalahkan riya’ dan kita bisa memenangkan tender dari Allah swt, yaitu balasan yang telah dijanjikan Allah swt kepada orang-orang yang beramal dengan ikhlas. Namun, jika kita tidak siap melawan riya’ maka konsekuensinya adalah kalah memenangkan pahala di medan amal. So, pilihan ada di tangan kita sendiri. Semoga kita semua bisa menjadi pribadi yang ikhlas.     Amin ya rabbal amin.



0 komentar: